Annyeong !! Huaaa happy aniv 3th grup WA moodboster ku Growolf88 #HappyAniv3thGrowolf88 Yey !! Setelah berjuang mati-matian akhirnya cerita abal-abal saya ini selesai dalam tempo sesingkat-singkatnya/? Beneran ini cerita ngebut banget. Deadline nya gilaaa... Oh iya, sebelum baca maaf kalau cast nya nama campuran dan mungkin ada kata-kata yang kurang enak dibaca. Maklumi saya yang masih polos/? Amatiran maksudnya hehe... Dan mungkin ada beberapa dari kalian yang gak masuk dalam cast. Saya juga mohon maaf yang sebesar-besarnya karena ini aja udah bingung mau dimasukin jadi siapa -_- dan untuk yang kebagian cuma dikit juga maaf. Tapi setidaknya anda harus berbangga karena sudah beruntung masuk dalam cerita saya/? Halah... XD Yaudah langsung aja KEJEDOOOT !!!!!!!
WATER and FIRE
Ia melangkahkan
kakinya bimbang sambil berkata dalam hati “Haruskah aku mengiyakan tawarannya?
Tapi aku sudah janji pada Ayah akan menemani beliau makan malam. Arrgh... Aku
harus pilih siapa?” sambil terus menendang kaleng minuman kosong yang ada di
hadapannya. Sejenak ia mengentikan langkahnya. “Aha... Aku dapat ide.” Ia pun
segera pulang ke rumah dengan langkah yang berbeda dari sebelunya. Terasa
ringan, penuh semangat dan tersungging senyum di bibirnya.
*****
“Aku pulang
!!” teriaknya sangat bersemangat saat sampai. “Kau tidak melupakan janjimu pada
Ayah kan?” Sesosok pria paruh baya keluar dari ruang kerja dan menghampiri
putri kesayangannya sambil mengacak-ngacak puncak kepala putrinya. “Ah... Ayah
selalu saja. Rambut putrimu ini kan sudah tertata apik.” Ia kembali merapikan
rambutnya yang sempat berantakan. Beliau hanya tertawa melihat tingkah putrinya
yang sudah beranjak dewasa, tapi sifatnya masih sangat manja dan kekanak-kanakan.
“Emm... Tapi
yah, sepertinya aku tidak bisa makan malam bersama Ayah malam ini. Aku mendadak
ada tugas yang harus dikumpulkan besok dan itu tugas kelompok. Bagaimana ini?
Sebenarnya aku meyesal tidak bisa menemani Ayah. Tap ini mendesak Yah. Aku
mohon ayolah... Sekali saja. Ya ya ya?” Ia mulai mengeluarkan jurus andalan
yang sangat ampuh untuk meluluhkan hati Ayahnya. Dan tak bisa berkata apa-apa,
kasih sayang pada putrinya ini mengalahkan keegoisannya untuk menikmati
kesempatan bersama yang mulai jarang mereka dapatkan. “Oke baiklah. Tapi jangan
pulang terlalu malam.” masih dengan nada yang sabar dan tatapan yang meneduhkan
hati. “Terima kasih Yah. Bula menyayangi Ayah.” Tidak lupa ia mengecup pipi Ayahnya
sambil berkata “Aku ke kamar dulu ya.” dan dengan cepat ia berlari menuju
kamar.
“Yes, aku bisa
pergi bersama Frans. Tapi apakah tidak apa-apa aku membohongi Ayah? Aku jadi
merasa bersalah.” Ia berkutat sendiri dengan pikirannya. “Ah... Sekali-kali
tidak apa-apa kan? Huh...” selang beberapa detik kemudian tubuhnya sudah
terhempas di ranjang berseprei abu-abu favoritnya. Ia berbaring merentangkan
tangannya seolah ingin terbang. “Frans ingin mengajakku kemana ya? Sepertinya
asik.” Ia memejamkan mata, membayangan apa yang akan ia lakukan nanti malam.
Sesekali ujung bibirnya tertarik sehingga membentuk seulas senyum. Sepertinya
ia membayangkan sesuatu yang indah.
*****
Malam ini ia mengenakan
chiffon biru dengan model high-low skirt yang dipadukan dengan hem putih dan
flat shoes yang juga putih serta tas mungil berwana senada dengan skirtnya. Tak
lupa ia sedikit meoles wajahya dengan make up natural dan menggerai rambutnya
yang bergelombang sebahu. Jepit berbentuk bunga biru ikut serta menghiasi
rambut coklatnya, di dekat telinga guna merapikan poni panjangnya. Sempurna. Ia
terlihat menawan sekarang. Berjalan anggun menuruni tangga bak seorang putri
yang akan menemui pangerannya.
“Wah anak Ayah
cantik sekali. Tapi apa kamu yakin akan belajar kelompok dengan dandanan
seperti itu?” tersirat nada curiga dalam kalimatnya. “Emm... Ayah bisa saja. Ini
sudah sangat simple Yah. Teman-temanku juga seperti ini.” kembali ia harus
berbohong. Sedikit ada rasa bersalah, namun apadaya, ia harus berkorban demi
cintanya. “Oke baiklah. Mungkin Ayah tidak mengikuti model fashion anak muda
jaman sekarang.” ujarnya dibarengi dengan tawa yang renyah. “Baiklah. Hati-hati
di jalan. Jangan pulang terlalu malam.” petuahnya kembali menyertai langkahnya
keluar rumah. Ia melambaikan tangan dan menghilang dari pandangan di ambang
pintu. Sedangkan sang Ayah hanya bisa menghela
napas panjang. Terasa ada yang mengganjal.
*****
Ia berjalan
hingga ujung jalan. Melihat sesosok laki-laki duduk di atas motor merah miliknya
menggunakan jaket kulit. Sesekali ia menegok ke arah jam tangan, tak ragu lagi
Fibula langsung menghampirinya. Secara perlahan ia menepuk pundak laki-laki
itu. Sang laki-laki pun sedikit terlonjak kaget, sedangkan Bula hanya tertawa
pelan melihat tingkahnya. Frans memperhatikan Bula dengan seksama. Melihatnya
dari ujung kaki hingga ujung kepala dan mengulanginya beberapa kali. “Hei !!”
ucapan gadis ini membuyarkan lamunan Frans.
“Kamu cantik.”
jawabnya masih dengan tatapan tercengang. Bula pun tersipu atas pujian yang
baru saja diutarakan pangerannya ini. “Kamu juga.” Ya, Bula tak kalah terpesona
melihat penampilan laki-laki di depannya ini, sungguh menawan mengggunakan
celana jens panjang dan hem hitam yang kancing atasnya dibuka memperlihatkan
kaos putih di baliknya. Rambutnya yang ditata rapi namun terkesan berantakan
menambah kesan keren yang melekat padanya. Dan tak lupa sneakers merah
favoritnya. “Aku juga? Cantik?” pertanyaan konyol terlontar dari mulutnya dan
membuat mereka berdua tertawa.
“Eh, maaf aku
terlambat. Apa kau sudah lama menunggu?” Bula mengalihkan pembicaraan agar
pipinya tak makin memerah akibat tatapan terpesona yang tak henti-hentinya tertuju
padanya. “Emm... Lumayan. Tapi tak masalah. Bisa kita berangkat sekarang tuan
putri?” Frans mengulurkan tangannya membantu Bula menaiki motornya. Tentu ia
sedikit kerepotan dengan menggunakan model skirt seperti itu. Mereka pun segera
meluncur menuju tempat tujuan yang Bula sendiri tak tau dimana tepatnya.
“Kita mau
kemana?” suara Bula sedikit berteriak karena angin yang berhembus cukup kencang.
“Lihat saja nanti. Kau pasti juga akan tau. Pegangan!” ucapnya sembari menambah
kecepatan laju motornya. Secara otomatis Bula yang kaget langsung melingkarkan
tangannya ke pinggang Frans. Belum puas, Frans makin menggila menyusuri jalanan
yang sedikit lenggang. Kecepatannya melebihi 100km/jam sekarang. Bula yang
mulai ketakutan dengan aksi gila Frans mempererat pegangannya di pinggang Frans
dan membenamkan wajahnya di punggung laki-laki yang ada di depannya ini “Apa
kau gila? Ini terlalu menakutkan.” Namun Frans tak menghiraukan, ujung bibirnya
tertarik membentuk seulas senyum kemenangan.
Frans yang
masih menggila dengan kecepatan tak mengetahui jika wanita yang ada di
belakangnya benar-benar ketakutan saat ini. Ia malah senang dan merasa aksinya
kali ini berhasil memebuat wanita yang disayangi berada sangat dekat di
sisinya. Namun tiba-tiba sebuah truk yang berada di depan Frans berhenti secara
mendadak dan ia tidak dapat menghindar. Sehingga ia membanting setir melewati
garis batas tengah dan memasuki jalur kanan. Motornya sedikit oleng karena
kecepatan yang tidak seimbang dan dari arah berlawanan muncul sebuah mobil juga
dengan kecepatan tinggi yang akhirnya menghantam mereka.
Braaak..... benturan
keras itu terjadi begitu cepat. Frans terpental kebelakang dan sialnya rok Bula
tersangkut, sehingga ia ikut terseret bersama motor yang mereka tumpangi ke arah
kanan jalan. Tabrakan yang cukup keras ini membuat sisi kanan tubuh Frans
terluka parah karena gesekan yang terjadi dengan aspal. “Errg... Sakit...” Frans
mendengar rintihan Bula dan melihat kakinya tertindih oleh motor. Ia tak bisa
bergerak. Dan celakanya Frans juga melihat tangki bensinnya bocor. Dengan
sekuat tenaga ia bangkit menuju ke arah Bula. “Arrgh...” Bula masih merintih
merasakan beban yang berada di kakinya. Ia sungguh merasa kesakitan. Dengan
sisa tenaga yang masih dimilikinya Frans berusaha untuk mengalihkan motornya
dari kaki Bula “Menjauh... Menjauh...” ucap Frans dengan sedikit tertatih. Bula
terseok-seok berusaha menjauh dengan luka parah di kakinya. Setelah berada
cukup jauh Bula baru tersadar jika tangki motor Frans bocor. Ia melihat Frans
yang berusaha menjauh namun tenaganya tak mampu untuk berjalan secepat yang ia
bisa. Bula melihat ada sedikit percikan api yang ditimbulkan dari benturan
keras tadi “Frans !! Lariii...” teriaknya dan... Booom !!! Semua hancur.
Terlambat. Frans tak sempat menghindar. Tubuhnya ikut tersambar kobaran api
yang begitu besar. “Frans...” Bula hanya
dapat melihat kobaran api yang membakar tubuh Frans dan motornya. Butir demi
butir air menetes dari sudut matanya. “Terlambat. Kamu terlambat. Kamu pergi.
Fraaans.....” Bula masih sempat berteriak dengan sisa tenaga yang ia miliki
sebelum berkas berkas hitam yang ia lihat merenggutnnya.
*** Kau pergi
selamanya. Secara tragis. Dan aku disini? Hanya bisa melihatmu. Terbakar.
Keinginanmu memang. Tapi apakah harus secepat ini? Kau tak sempat mengatakan
apa-apa padaku. Salam perpisahan? Tak pernah terucap dari mulutmu. Pantaskah
ini disebut perpisahan? Rasanya terlalu menyakitkan. Tidak. Kau belum pergi
selamanya. Kau hanya bosan dengan dunia. Benarkan? Kau akan kembali kan?
Menjemputku. Dan kita akan akan selalu bersama. Kau tak lupakan? Berjanjilah.
Aku akan menunggu. ***
-
-
-
-
-
-
Kebiasaannya
akhir-akhir ini. Hanya duduk termenung dia atas kursi roda. Pandangannya
menerawang jauh ke luar jendela. Apa yang ia pikirkan? Entahlah hatinya sedang
bergejolak sekarang. Masih tak percaya dengan kenyataan. Terlalu perih jika
dirasakan sendiri. Ia tak mampu.
~ I know you
somewhere outhere somewhere far away. I want you back. I want you back ~
Bruno Mars – Talking To The Moon
“Sayang, kamu
tidak tidur? Ini sudah malam. Tidak baik tidur terlalu malam.” pria bersuAra parau
ini menepuk pundak putrinya. Ia juga merasa tertekan atas semua peristiwa yang
terjadi. Berdampak sangat buruk bagi putrinya dan otomatis padanya juga.
“Pergi!” jawab Bula singkat. Pria itu tak menjawab. Ia menjauh dan melangkah
keluar kamar. Ia tau kondisi putrinya sekarang. Hancur.
*****
Kecelakaan yang
terjadi beberapa minggu yang lalu mengakibatkan kaki Bula lumpuh total dan mengalami
tekanan batin yang sangat parah. Perasaannya masih belum tertata dengan rapi.
Awalnya ia tak mengingat apa yang terjadi dengan dirinya dan Frans tentu. Namun
orang-orang terdekat mereka secara perlahan mejelaskan apa yang telah terjadi.
Dan dengan perlahan ia mulai mampu untuk mengingat apa yang terjadi padanya dan
Frans. Itu membuatnya terpukul. Kondisi fisiknya juga ikut menurun. Ia merasa
bersalah. Dia merasa bahwa semua terjadi
akibat ulahnya. Andai saja ia menolak ajakan Frans. Andai saja mereka tak
pergi. Andai saja Frans tak menyelamatkanya. Semua masih berputar-putar di
pikirannya hingga saat ini.
“Fib, apa kamu
tidak bosan? Seharian ini kamu hanya berada di kamar.” Ara angkat suara. Ia
merasa simpati kepada apa yang terjadi pada sahabatnya ini. “Ayo kita keluar.
Akan lebih baik jika kau bisa menghirup udara luar dan bersenang-senang!” Jney
tak kalah bersemangat mengembalikan keceriaan dan senyum bula yang telah
hilang. “Apa aku bisa bersenang-senang, sementara aku tak tau bagaimana
kondisinya disana?” masih tanpa ekspresi dan nada suara yang sangat datar. Tak
terlihat sidikit pun gurat kebahagiaan di wajahnya. “Kau tak percaya Tuhan? Ayolah
Fib. Tuhan juga sayang Frans. Mungkin melebihi sayangmu padanya. Frans akan
bahagia di surga. Dia pasti sedang melihatmu dan tersenyum dari atas sana.” Suara
lembut Ara sedikit meluluhkan hati Bula. Bula hanya bisa menengadahkan
kepalanya menatap langit. “Apa benar?” tanyanya ragu. “Tentu saja. Frans pasti
bahagia Fib melihatmu selamat. Jadi mari kita keluar sebentar untuk
menghilangkan penatmu.” Namun sekali lagi. Mereka tak berhasil membujuk Bula
keluar dari kamar. Mereka menyerah. Sudah seharian mereka menemani Fibula dan
membujuknya untuk keluar. Namun keteguhan hati Bula untuk tetap berada di
posisinya sekarang tak dapat diubah.
*****
Di sisi lain
terlihat sesosok gadis yang juga tak kalah cantik dengan Bula. Namun wajahnya
lebih terkesan baby face. Ia terduduk di sebelah makam Frans yang masih basah.
Mengenakan celana jeans panjang, kaos yang dibalut dengan blazer berwana hitam
serta kacamata hitam yang menutupi mata sembabnya. Sesekali terlihat ada
butir-butir air mata yang menetes melewati pipinya. Tapi tak ada yang
mengetahui. Dia sendirian sekarang. Menagis dalam diam.
“Apa kau
bahagia sekarang? Bahkan di detik-detik terakhirmu kau masih sempat
menyelamatkan gadis itu?” ia terlihat menundukkan wajahnya. “Aku disini. Kenapa
kau tak menoleh ke arahku hah?!! Aku selalu disisi mu. Apa kau tidak
menyadarinya?!! Aku menyayangimu.” Nadanya melemah pada kalimat terakhir. Ia
menyesal. Terambat mengutArakan perasaannya. “kenapa harus dia? Kenapa harus
gadis bodoh itu? Kenapa kau menyelamatkannya? Kenapa Frans? Kenapa?!!” kini ia
berteriak. Meluapkan rasa sesak yang selama ini ia timbun di dalam hatinya.
“apa dia sangat berharga bagimu? Apa sesempurna itukah dia dimatamu? Lalu
bagaimana denganku? Apa kau tak memikirkan bagaimana aku tanpa mu?” pertanyaan
demi pertanyaan terus terlontar dari mulut mungilnya. Tak ada seorang pun yang
sadar akan keberadaan Firdha. Tetap berkutat dengan rasa benci yang terselubung
dalam rasa cinta yang sangat besar kepada Frans.
Ya. Kebenciannya
kepada Bula tak mudah dihapus oleh waktu. Wanita yang pernah merebut Frans
darinya. Bukan merebut. Mungkin ia terlalu bodoh dan terjebak dalam situasi
yang sulit bersama Frans. Ia dia terjebak. Terperangkap pesona Frans. Dan
ketika ia telah takhluk, Bula datang. Seketika itu pula semua hancur.
Perasaanya yang sudah ia tata serapi mungkin. Suasana hangat yang ia bangun.
Dan semua. Namun firdha bukan wanita lemah yang selalu menyalahkan keadaan,
mengalah pada kenyataan dan pasrah terhadap keputusan. Ia tetap tegar. Ia masih
mampu menutupi tangisnya dengan senyum indah yang selalu menghiasi wajahnya.
Bahkan saat melihat Frans bersama Bula. Seperti tak ada apa-apa.
“Mungkin
dengan begini kau bisa bahagia. Aku bisa apa? Kebahagiaanmu adalah segalanya
bagiku. Termasuk saat kau bersama dia. Terima kasih sudah memberikan
kenangan-kenangan indah yang tak akan mungkin kulupakan.” Emosinya sudah stabil
sekarang. Kembali. Ia mencoba tegar walau beribu pisau sedang menikam hatinya.
Sebelum beranjak, ia membelai nisan Frans dan mengucapkan “Terima kasih.”
*****
Sudah hampir 2
bulan semenjak kecelakaan naas itu terjadi. Dan hari ini Bula sudah siap untuk
keluar dari dunianya yang selama ini ia bangun dalam kondisi batin yang tidak
stabil. Hal ini disambut baik oleh semua pihak baik dari Ayahnya tercinta,
sahabat-sahabatnya dan seseorang yang telah sejak lama sebenarnya memendam rasa
pada Bula. Sungra. Walau tak pernah ia tampakkan rasa itu namun bentuk
perhatian yang selama ini tercurah sudah cukup mewakili. Dan sekarang, ia
kembali siap mengajukan diri untuk menjaga Bula setiap saat. Tak pernah egois.
Hanya menginginkan orang yang dicintainya bahagia.
Pria paruh bawa
ini menggendong putrinya untuk duduk di kursi roda yang telah ia keluarkan dari
dalam mobil. Wajah gadis ini tak terlihat semurung beberapa hari yang lalu.
Melihat kondisi putriya sekarang, ia sedikit bisa bernapas lega. Saat hendak
mendorong kursi rodanya memasuki pintu gerbang, laki-laki yang penuh dengan
senyuman hangat itu menampakkan batang hidungnya. “Bula!” teriaknya histeris
mengetahui sosok wanita yang ia rindukan selama ini berada tepat di depan
matanya dan hanya dibalas dengan senyum seadanya oleh Bula. “Om, bolehkah saya
yang mengantar Bula kedalam?” tawarannya tak sia-sia. Ayah Bula mengijinkan
Sungra untuk mengantar Bula masuk. “Saya titip Bula ya.” dan dijawab anggukan
mantap oleh Sungra.
Awal
perjalanan Bula menuju kelas setelah beberapa bulan absen mendapat reaksi yang
kurang menyenangkan. Beberapa pasang mata melihatnya dengan tatapan benci dan
muak dan tak sedikit pula yang mencibir. Ini wajar, karena Frans bisa dibilang
sebagai salah satu anak populer di sekolah dan Fibula adalah tersangka utama
terjadinya musibah ini menurut mereka. Hal ini membuat Bula sedikit tidak
nyaman. Jelas, karena ini hari pertamanya bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar setelah tekanan batin yang ia alami dan kini ia harus mendapat banyak
tatapan yang seolah akan membunuhnya saat itu juga. Namun, ia tak menghiraukan.
Hanya menunduk dan bergumam dalam hati “Apa semua ini benar-benar salahku?”
“Yap! Kita
sampai.” ujar Sungra membuyarkan lamunan gadis ini saat berada tepat di depan
pintu kelas Bula. “Apa perlu kuantar sampai dalam?” pertanyaan ini langsung
dibalas dengan gelengan cepat kepala Bula “tidak perlu. Ada Ara dan Jney di
dalam. Kau kembalilah ke kelasmu. Dan, terima kasih.” Senyum tulus menggembang
di wajahnya sekarang. Sungra hanya mengangguk dan berjalan menuju kelasnya. Ara
dan Jney yang mengetahui kedatangan Bula segera keluar dan mengantar Bula
hingga tempat duduknya. Bula mendapat sambutan yang cukup hangat di kelas yang
ia rindukan ini. Tawanya pun perlahan telah kembali mendengar candaan
teman-temannya di kelas. Sejenak membuat Bula lupa dengan masalahnya.
Disisi lain 3
orang gadis sedang memperhatikannya. “Cih, beraninya dia menampakkan wajah
dihadapan kita?” celetuk seorang gadis berkulit hitam manis dengan seringai
liciknya. “Yaks! Aku juga muak dengannya. Bagaimana bisa dia menggaet Sungraku?
Apa dia tidak punya malu?” sekarang giliran salah seorang temannya yang
berkulit putih yang biasa dipanggil Darong unjuk suara. Ia terlihat cemburu
dengan perhatian Sungra yang berlebihan terhadap Bula. Sedangkan gadis yang berwajah
baby face ini hanya tersenyum masam “Sudahlah. Ayo kita pergi.” Ucapnya.
*****
“Kau ingin
pesan apa?” tanya Ara sambil beranjak dari duduknya hendak memesan makanan.
Saat istirahat seperti ini mereka manfaatkan untuk bercanda bersama di kantin
dan membuat Bula tidak bosan hanya di kelas saja, setelah seharian menerima
pelajaran yang melelahkan. “Aku mau pangsit, es teh, snack itu dua dan lolipop
itu satu.” Jney sangat bersemangat saat memesan makanan. “Hey, aku bertanya
pada Bula bukan padamu.” Ara memanyunkan bibir mungilnya ketika mendengar
pesanan Jney yang terlampau banyak. Bula hanya tertawa kecil melihat tingkah
dua sahabatnya ini. “Aku mau minuman dingin saja. Aku tidak lapar.” Ucapnya.
“Baiklah, tunggu sebentar.” Sedetik kemudian Ara melesat cepat untuk memesan
makanan.
Braaak !!!!
Seorang gadis bernama Fatin ini menggebrak meja tempat Jney dan Bula sekarang.
Diikuti dengan Darong dan Firdha di belakangnya. Mereka bertiga segera duduk di
bangku kosong yang ada di meja Bula dan Jney tanpa meminta persetujuan sebelumnya.
“Apa-apaan kalian?” Jney berdiri tak terima dengan tingkah mereka. “Hey, santai
saja. Kami tak ada niat jahat pada teman lumpuhmu ini. Kami hanya ingin
mengobrol.” Sela Darong memegang pundak Jney agar kembali duduk yang dibalas
tatapan sinis oleh Jney.
“Hey
apa kamu tak punya malu. Setelah membunuh Frans, kau masih berani menampakkan
wajahmu?” bentak Fatin tepat di depan wajah Bula. “apa kau tak tau seberapa
benci kami padamu? Kau pembunuh. Apa kau tak sadar? Frans meninggal gara-gara
kau!” dengan penuh penekanan di kalimat terakhir Fatin kembali meluapkan amarahnya.
Seketika semua orang yang berada di kantin memusatkan perhatiannya pada mereka.
Sekarang Bula hanya bisa menengis. Ia mencoba tak mendengar apa yang dikatakan
Fatin dengan menutup telinga sekuat yang ia bisa. Tapi percuma. Suara fatin
terlalu keras untuk menembus pertahanannya. Bula kembali teringat semua kejadian
itu. Emosinya sudah mulai tak terkendali. Jney yang ingin mengajak Bula segera
pergi dari tempat ini, tak berdaya karena Darong sedang menahan tubuhnya agar
tetap diam di tempat. Firdha masih tersenyum masam melihat Bula yang mulai tak
terkendali karena terpengaruh oleh kata-kata Fatin.
“Apa
kau senang bisa bersama Frans di detik-detik terakhirnya? Apa kau senang bisa
melihat secara langsung kematian Frans? Tepat didepan matamu, Fibula. Dan apa
yang telah kau lakukan untuk laki-laki yang sudah mempertaruhkan seluruh
hidupnya untuk mu? Tidak ada.” Kini giliran Firdha yang membisikan kata-kata
yang sangat menghujam hati Bula. Tanpa emosi. Hanya tersirat nada kecewa dalam
kalimatnya. Tak seperti Fatin. Tenang, tapi tepat sasaran. Bula berteriak
sejadi-jadinya. Ara yang baru saja kembali dari memesan makanan bersama Tao dan
Sungra yang secara tidak sengaja bertemu tadi, segera menghentikan apa yang
dilakukan 3 gadis ini terhadap Bula.
“Hey
apa yang kalian lakukan?” gertak Tao kepada mereka bertiga. Darong yang kaget
segera melepaskan Jney sedangkan Fatin dan Firdha sedikit manjauh dari Bula.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Sungra penuh kekhawatiran pada Bula yang wajahnya
sudah basah dengan air mata. “Kalian tidak punya perasaan? Dia baru saja sembuh
dan apa yang kalian lakukan? Dasar!” umpat Sungra kesal terhadap kelakuan 3
gadis ini. Jney dan Ara memeluk Bula dengan erat berharap dapat menenangkan
Bula. “Harusnya kami yang bertanya kenapa gadis ini sangat tidak punya malu.
Beraninya dia kembali setelah apa yang telah dia lakukan.” Sambil mendengus
kesal Fatin tak henti-hentinya menyalahkan Bula. “Sudahlah. Ini tak akan
menyelesaikan masalah. Sekarang kalian harus pergi. Kalian menyebabkan
keributan disini.” Tao berusaha melerai dan meminta mereka pergi secara
baik-baik. Tak sia-sia akhirnya mereka menjauh. Masih dengan raut wajah yang
tak mengenakan untuk dilihat.
“Sudahlah
jangan pikirkan apa yang mereka katakan. Mereka tak tau apa-apa.” Sungra
berusaha menenangkan Bula sambil membelai puncak kepalanya. Masih dengan isakan
kecil Bula meninggalkan tempat itu. “Aku ingin sendiri. Jangan ikuti aku.”
Kalimat singkatnya mampu menghentikan Sungra dan yang lain untuk mengejarnya.
Mereka tau Bula membutuhkan ketenangan sekarang.
*****
“Apa
benar ini semua salahku? Aku... Aku...” Bula tak mampu meneruskan kata-katanya.
Sekarang ia berada di suatu tempat tersembunyi di sekolah dan tak ada satu pun
yang mengetahui tempat ini selain dirinya dan Frans. Tempat yang sangat bersejarah
baginya. Ia banyak menghabiskan waktu disini bersama Frans. Tertawa, menghayal
apa yang akan terjadi di masa depan dan keinginan terakhir mereka.......
#FLASHBACK
“Tempat
apa ini?” tanya Bula penasaran. “Markas rahasia kita.” jawab Frans singkat
sambil duduk di pojok ruang terbuka ini. Atap gudang yang menghadap langsung ke
jurang belakang sekolah mereka menjadi tempat paling rahasia untuk dijadikan
markas. Bula berdiri di tepat dia batas gedung sambil merentangkan tangannya
seolah ingin terbang. “hati-hati terjatuh.” Frans mengingatkan dari posisinya
sekarang sambil memperhatikan tingkah konyol Bula. “Ini menakjubkan!” teriaknya
senang. “apa kau suka?” hanya dijawab dengan anggukan penuh semangat dari Bula.
“kemari.” Frans mengajak Bula untuk duduk di sebelahnya. Bula segera
menghampiri Frans dengan setengah berlari. Ia terlihat seperti anak kecil yang
baru saja menemukan istana yang penuh dengan permen. Sangat indah dan
menyenangkan. Ditambah ada seorang pangeran yang menemaninya sekarang. Senyum
ceria tak pernah lepas dari wajahnya.
“Kau
suka biru bukan? Seperti air. Tingkahmu juga seperti itu. Selalu mengalir apa
adanya. Tenang. Tapi terkadang bisa sangat berbahaya.” Tutur Frans tiba-tiba
sambil tertawa di kalimat terakhir dan menunjukkan wajah seram. “Aish... Kau
juga. Api. Kau seperti api. Berani. Kadang kau bersikap hangat layaknya api
unggun yang menghangatkanku. Tapi, kau akan sangat menakutkan ketika marah.”
Bula tak mau kalah. Ia menunjukkan ekspresi ketakutan sambil menatap Frans.
“Jangan mengarang.” satu buah jitakan berhasil mendarat sempurna di kepala
Bula. Gadis ini hanya menunjukkan deretan giginya sambil mengankat tangan
membentuk simbol peace.
“Aku
lelah dengan dunia ini. Semua menjadi aneh sekarang. Rasanya aku ingin
mengakhiri hidupku.” Celetuk Frans asal. Tapi nampaknya ia benar-benar sudah
lelah dengan semua masalah yang ia hadapi. Ia menyandarkan pungungnya ke
dinding yang tepat berada di belakangnya. “kau ingin meninggalkanku? Jangan
bercanda. Kematian itu bukan lelucon. Apa kau benar-benar sudah lelah?” nadanya
sedikit khawatir. Hanya anggukan ia ia terima sebagai jawaban dari
pertanyaannya. “apa kau sudah tak menyayangiku? apa kau tega meninggalkanku di
dunia yang kejam ini sendiri?” raut wajahnya berubah sekarang. Ia tau Frans tak
pernah main-main dengan apa yang ia katakan. Ia ketakutan sekarang, namun
terdengar gelak tawa yang keluar dari mulut Frans. “apa kau sekhawatir itu
padaku? Kau gadis yang kuat. Kau akan mampu menghadapi dunia ini sendiri.”
Sambil membelai puncak kepala Bula, Frans mencoba menenangkan Gadis ini.
“Tidak. Kau tidak boleh pergi. Kau harus tetap hidup. Aku tak akan sanggup
melewainya sendiri.” Kini air mata mulai menetes dari ujung mata Bula. Mengerti
apa yang dirasakan kekasihnya ini Frans menarik Bula dalam dekapannya.
Membiarkan gadis ini menagis di dada bidangnya. “Baik. Aku tak akan
meninggalkanmu sendiri. Aku berjanji akan selalu ada di sampingmu. Aku akan
menjagamu hingga napas terakhirku. Pegang kata-kataku.” Ucapan Frans sedikit
membuat Bula tenang.
~ And I
promise to love her, for the rest of my life ~
Bruno Mars – The Rest of My Life
#FLASHBACK
END
“apa
kau akan menepati janjimu padaku?” kembali ia mengingat semua perkataaan yang
pernah terucap dari mulut Frans. Air matanya belum berhenti. Ia kembali hancur
setelah apa yang terjadi hari ini. Sekarang ia hanya terduduk lemas di kursi
rodanya. Tenaganya telah terkuras. Ia tak mampu memikul beban pikiran yang
terlalu membebaninya dan berdampak pada kondisi fisiknya. “Aku yakin, kau tidak
akan berbohong. Aku yakin kau akan kembali. Aku percaya janjimu. Aku mohon.
Kembalilah.”
*****
Gadis
yang sedang tertidur lelap di ranjangnya ini sedikit terganggu dengan suara
berisik yang berasal dari ruang makan. Malam ini ia sangat lelah dan berniat
tidak keluar dari kamar. Ayahnya pun mengerti dan membawakan makan malam
putrinya ini ke kamar. Namun, sepertinya Ayahnya sedang makan malam bersama
seseorang sekarang. Walau ia sangat merasa kelelahan namun rasa penasaran
mengalahkannya. Ia ingin tau siapa yang sedang makan malam bersama Ayahnya.
Perlahan ia keluar kamar tanpa menimbulkan suara yang berlebihan. Ia mengintip
dari balik dinding dan betapa kagetnya dia saat melihat sesosok wanita sedang
duduk di depan Ayahnya dan menikmati hidangan yang tersedia di meja makan.
“Bukankah itu Ibunya Frans?” ia menerka-nerka. Tak puas dengan hipotesa yang ia
buat dan belum pasti kebenarannya, ia memberanikan diri untuk melihat siapa
sosok wanita itu.
“Permisi,
aku haus.” Ucap Bula mengagetkan mereka. “Oh Tuhan, ternyata benar itu adalah Ibunya
Frans. Tapi apa yang sedang beliau lakukan disini?” batinnya dalam hati. “Ah,
kebetulan kau ada di sini. Kemari, Ayah akan memperkenalkan seseorang padamu.”
Bula pun mendekat dan duduk di sebelah Ayahnya. “Kenalkan, ini rekan kerja Ayah.
Sekaligus Ibu dari temanmu Frans.” Wanita itu tersenyum pada Bula yang masih
terlihat kebingungan. “Perkenalkan nama saya Nana. Apa kabar? Kalau tidak salah
kamu teman Frans bukan?” Sapanya ramah sambil mengulurkan tangan pada Bula. Ia
pun menyambut uluran tangan itu dan ikut memperkenalkan diri “Nama saya Fibula.
Iya saya teman satu sekolah dengan Frans. Senang berkenalan dengan anda.”
Jawabnya masih dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Bula masih penasaran ada
hubungan apa antara Ayah dan Ibunya Frans. Ada yang tidak beres.
Mungkin
mereka pernah bertemu sebelumnya dirumah sakit saat peristiwa itu. Namun tak
ada seorang pun dari mereka yang mengetahui bahwa Bula memiliki hubungan
spesial dengan Frans. “apa mungkin mereka mulai dekat sejak berada di rumah
sakit?” masih banyak pertanyaan serupa yang terngiang-ngiang di pikirannya.
Bula tak nyaman berada di antara mereka. Dan ia pun memutuskan untuk kembali ke
kamarnya. “Permisi. Bolehkah saya kembali terlebih dahulu?” tanyanya dengan
sangat sopan. “ya kembalilah kekamar terlebih dahulu. Kau pasti lelah.
Beristirahatlah.” Pria ini mempersilahkan putrinya menuju kamar terlebih
dahulu. Sebelum benar-benar pergi Bula sempat melihat wanita yang ada di
hadapan Ayahnya itu menyunggingkan senyum kepadanya. “kenapa wanita itu selalu
tersenyum kepadaku?” tanyanya heran.
Sejenak
Bula menghentikan laju kursi rodanya saat sampai di perbatasan antara ruang
makan dan ruang keluarga. Ia mendengar sesuatu “Apakah putrimu mneyukaiku? Apa
ia akan menerimaku sebagai ibu barunya?” Tak salah lagi. Suara itu terlontar
dari mulut wanita bernama Nana itu. Saat ini Bula benar-benar kaget. “Apa? Ibu
baru?” masih dengan rasa tak percaya ia bergegas menuju kamarnya agar tak
mendengar hal-hal aneh lagi.
Sesampainya
dikamar ia membanting pintu dengan sangat keras. Ia menuju ke ranjangnya dan
duduk menggulung tubuhnya sambil memeluk erat lututnya sendiri. Ia masih
memikirkan apa yang baru saja ia dengar. Ia tak percaya. Sekaligus tak terima.
“apa Ayah setega itu menggantikan posisi Mama dengan wanita itu? Lalu bagaimana
dengan aku dan Frans? Apa yang harus aku lakukan?” rambut indahnya sudah mulai
berantakan akibat ulahnya. Ia sudah frustasi memendam semua sendiri. Ia tak
bisa sendiri. Ia membutuhkan sosok Frans sekarang. Laki-laki yang selalu
menenangkannya,memberinya kehangatan, menghiburnya dan menjadikan dia yang
teristimewa.
*****
Sinar
matahari sudah menyeruak memasuki celah-celah cendela dan suara bising
handphonenya yang berdering sedari tadi, memaksa Bula untuk membuka matanya
yang masih lelah dengan semua yang telah terjadi padanya. Ia meraba-raba nakas
yang berada di sebelah ranjangnya untuk menemukan handphone dan mematikannya.
Sreek... tanpa sengaja ia merasa menemukan sebuat note dia atas nakas. Masih
dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul ia mengambil note tersebut.
“Rasanya aku tak pernah membuat note. Ah mungkin dari Ayah.” Batinnya. Ia
mencoba membaca note itu dengan kesadaran yang ia miliki sekArang.
dear, Fibula
Apa kau merindukanku?
Maaf telah meninggalkanmu secAra mendadak tanpa memberikan ucapan selamat
tinggal. Maaf telah meninggalkanmu sendiri di dunia yang aneh. Tapi aku
kembali. Aku akan menepati janjiku. Datanglah di jembatan utama pusat kota. Aku
akan menjemputmu disana... love you ]
Frans
Ia
tak percaya. “Dari Frans?” pekiknya. “apa aku sedang bermimpi? Apa ini
kenyataan?” ia menggosok-gosok matanya tak percaya. Ia mencoba mengembalikan
semua kesadarannya. “Frans benar-benar kembali. Tuhan terima kasih kau telah
menyampaikan isi hatiku padanya.” Senyum kebahagiaan yang telah lama hilang
dari wajahnya kini kembali. Sama seperti saat Frans masih di sampingnya. Ia
sangat bersemangat, segera mandi dan berganti pakaian dengan pakaian berwarna
biru terbaik yang ia miliki. Memoles wajahnya sederhana namun terlihat istimewa.
Akal sehatnya sedang tak bekerja sekarang. Bagaimana bisa seorang yang sudah
tiada mengirimkan secarik note. Tapi masa bodoh untuk Fibula. Ia terlampau
senang sekarang. Sukurlah sekarang adalah hari libur, sehingga ia tak perlu
repot mencari alasan untu membolos.
Ia
keluar kamar dengan bersemangat. Meminta supir pribadinya mengantarkan ke
tempat tujuan. “Kau mau kemana?” tanya Ayah Bula heran melihat Putrinya sudah
berdandan rapi pagi-pagi begini. “Pergi bersama Ara dan Jney.” jawabnya asal. Ayahnya
kembali tak berdaya menahan Bula untuk tidak pergi. Semburat kebahagiaan yang
terpancar di wajah putrinya ini membuatnya tak tega untuk melarangnya. Entah
angin dari mana yang membuat putrinya menjadi seperti ini, yang jelas ia merasa
senang.
*****
Sesampainya
diujung jembatan Bula meminta supirnya berhenti dan menurunkannya disini. Ia
juga meminta beliau untuk menjemputnya lagi nanti. Jembatan yang tak terlalu
ramai ini sama sekali tak memudahkan Bula untuk mencari Frans. Ia mengedarkan
pandangannya ke segala arah. Namun, ia masih belum dapat menemukan Frans. “apa
ia terlambat?” batinnya. Lalu ia memutuskan untuk duduk di sebuah bangku
kosong. Ia melihat sekitar dan terasa sangat sepi dari sebelumnya. “Aneh,
kenapa pada hari libur seperti ini jembatan menjadi sepi?” gumamnya tak jelas.
Sekitar 15 menit sudah ia menunggu. Namun tak ada sedikit pun rasa lelah atau
putus asa untuk menunggu Frans hadir kembali dihadapannya. Dan saat ia menengok
ke arah kanan, ia melihat sosok Frans sedang berjalan mendekatinya. “Fraaans.....”
teriak Bula dari tempatnya sekarang. Frans hanya memberikan senyum yang mendamaikan
hati Bula. Laki-laki yang sempat meninggalkannya kini kembali. Terpancar harapan
yang selama ini telah memudar saat meliat Frans ada di hadapannya sekarang.
“Kamu
benar-benar kembali. Kau tidak akan meninggalkanku lagi kan? Kau akan membawaku
pergi bersamamu kan? Aku sudah lelah. Kau benar. Dunia ini semakin aneh. Tak
ada yang bisa aku mengerti sekarang. Semua berubah.” Ungkap Bula kepada sosok
yang sedang berada di hadapannya ini. “Aku disini sekarang. Aku tidak akan
meningglaknmu lagi. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat yang paling indah.
Disana kita akan abadi. Kita akan selalu bersama. Aku berjanji. Apa kau mau
ikut bersamaku?” Frans memeluk Bula erat menyalurkan semua rasa rindu yang
telah mereka pendam selama ini. “Ya, aku akan ikut kemana pun kau pergi. Aku
tidak mau sendiri disini. Aku ingin sealu bersamamu.” Masih dalam dekapan
hangat Frans, ia meluapkan semua yang ia rasakan.
“Berdirilah.”
Perintah Frans. “Tapi aku...” bula ragu. “Aku tau. Kau bisa. Ayolah, aku akan
memegangimu.” Frans kembali meyakinkannya. Bula mencoba perlahan beranjak dari
kursi rodanya. Dan ternyata benar. Bula bisa berdiri. Ini adalah suatu
keajaiban baginya. Ternyata dokter yang hebat pun bisa salah mendiaknosis
pasiennya. Bula senang bukan kepalang. “Dan sekarang, coba langkahkan kakimu.” perintah
Deva lagi. Sekarang bula sedikit yakin akan apa yang dikatakan Frans. Ia yakin
ia mampu, selama Frans ada di sampingnya. Perlahan Bula melangkahkan satu
kakinya. Berhasil! Lalu ia melangkahkan kaki lainnya. Yeah ia benar-benar bisa.
Walau cara berjalannya sedikit aneh dari orang kebanyakan. Kedua ujung telapak
kakinya mengarah ke dalam sehingga kakinya membentuk huruf X, ia juga sangat
kaku saat berjalan. Tapi Bula tak peduli. Baginya ini adalah sebuah anugrah
yang tak ternilai harganya. “nah, sekarang kau bisa mengikutiku bukan?” tanya Frans
memastikan. Bula mengangguk yakin. “Ayo, kita pergi dari sini. Kita akan
bahagia. Itu kan yang kau mau?” tanya Frans sekali lagi yang dijawab anggukan
mantap oleh Bula. Sekarang Frans melangkah kearah tepi jembatan dekat pembatas
sambil menggandengan tangan Bula. Masih dengan cara berjalannya yang tak wajar,
Bula mengikuti langkah Frans. Sekarang mereka berdua menghadap ke arah sungai.
“Kau siap?” Frans memastikannya sekali lagi. “Kapan pun.” Jawab Bula singkat.
Dan mereka melangkah melewati pembatas. Byuuur... terdengar suara seseorang
yang menjatuhkan diri kedalam sungai yang deras dan bersuhu dingin itu. Fibula
sudah tenang sekarang. Bersama Frans tentunya. Di dunia yang indah dan abadi
selamanya.
End.
0 comments:
Posting Komentar