Sabtu, 16 November 2013

CERITA "WATER and FIRE" #HappyAniv3thGrowolf88


Annyeong !! Huaaa happy aniv 3th grup WA moodboster ku Growolf88 #HappyAniv3thGrowolf88 Yey !! Setelah berjuang mati-matian akhirnya cerita abal-abal saya ini selesai dalam tempo sesingkat-singkatnya/? Beneran ini cerita ngebut banget. Deadline nya gilaaa... Oh iya, sebelum baca maaf kalau cast nya nama campuran dan mungkin ada kata-kata yang kurang enak dibaca. Maklumi saya yang masih polos/? Amatiran maksudnya hehe... Dan mungkin ada beberapa dari kalian yang gak masuk dalam cast. Saya juga mohon maaf yang sebesar-besarnya karena ini aja udah bingung mau dimasukin jadi siapa -_- dan untuk yang kebagian cuma dikit juga maaf. Tapi setidaknya anda harus berbangga karena sudah beruntung masuk dalam cerita saya/? Halah... XD Yaudah langsung aja KEJEDOOOT !!!!!!!

WATER and FIRE

Ia melangkahkan kakinya bimbang sambil berkata dalam hati “Haruskah aku mengiyakan tawarannya? Tapi aku sudah janji pada Ayah akan menemani beliau makan malam. Arrgh... Aku harus pilih siapa?” sambil terus menendang kaleng minuman kosong yang ada di hadapannya. Sejenak ia mengentikan langkahnya. “Aha... Aku dapat ide.” Ia pun segera pulang ke rumah dengan langkah yang berbeda dari sebelunya. Terasa ringan, penuh semangat dan tersungging senyum di bibirnya.
*****
“Aku pulang !!” teriaknya sangat bersemangat saat sampai. “Kau tidak melupakan janjimu pada Ayah kan?” Sesosok pria paruh baya keluar dari ruang kerja dan menghampiri putri kesayangannya sambil mengacak-ngacak puncak kepala putrinya. “Ah... Ayah selalu saja. Rambut putrimu ini kan sudah tertata apik.” Ia kembali merapikan rambutnya yang sempat berantakan. Beliau hanya tertawa melihat tingkah putrinya yang sudah beranjak dewasa, tapi sifatnya masih sangat manja dan kekanak-kanakan.
“Emm... Tapi yah, sepertinya aku tidak bisa makan malam bersama Ayah malam ini. Aku mendadak ada tugas yang harus dikumpulkan besok dan itu tugas kelompok. Bagaimana ini? Sebenarnya aku meyesal tidak bisa menemani Ayah. Tap ini mendesak Yah. Aku mohon ayolah... Sekali saja. Ya ya ya?” Ia mulai mengeluarkan jurus andalan yang sangat ampuh untuk meluluhkan hati Ayahnya. Dan tak bisa berkata apa-apa, kasih sayang pada putrinya ini mengalahkan keegoisannya untuk menikmati kesempatan bersama yang mulai jarang mereka dapatkan. “Oke baiklah. Tapi jangan pulang terlalu malam.” masih dengan nada yang sabar dan tatapan yang meneduhkan hati. “Terima kasih Yah. Bula menyayangi Ayah.” Tidak lupa ia mengecup pipi Ayahnya sambil berkata “Aku ke kamar dulu ya.” dan dengan cepat ia berlari menuju kamar.
“Yes, aku bisa pergi bersama Frans. Tapi apakah tidak apa-apa aku membohongi Ayah? Aku jadi merasa bersalah.” Ia berkutat sendiri dengan pikirannya. “Ah... Sekali-kali tidak apa-apa kan? Huh...” selang beberapa detik kemudian tubuhnya sudah terhempas di ranjang berseprei abu-abu favoritnya. Ia berbaring merentangkan tangannya seolah ingin terbang. “Frans ingin mengajakku kemana ya? Sepertinya asik.” Ia memejamkan mata, membayangan apa yang akan ia lakukan nanti malam. Sesekali ujung bibirnya tertarik sehingga membentuk seulas senyum. Sepertinya ia membayangkan sesuatu yang indah.
*****
Malam ini ia mengenakan chiffon biru dengan model high-low skirt yang dipadukan dengan hem putih dan flat shoes yang juga putih serta tas mungil berwana senada dengan skirtnya. Tak lupa ia sedikit meoles wajahya dengan make up natural dan menggerai rambutnya yang bergelombang sebahu. Jepit berbentuk bunga biru ikut serta menghiasi rambut coklatnya, di dekat telinga guna merapikan poni panjangnya. Sempurna. Ia terlihat menawan sekarang. Berjalan anggun menuruni tangga bak seorang putri yang akan menemui pangerannya.
“Wah anak Ayah cantik sekali. Tapi apa kamu yakin akan belajar kelompok dengan dandanan seperti itu?” tersirat nada curiga dalam kalimatnya. “Emm... Ayah bisa saja. Ini sudah sangat simple Yah. Teman-temanku juga seperti ini.” kembali ia harus berbohong. Sedikit ada rasa bersalah, namun apadaya, ia harus berkorban demi cintanya. “Oke baiklah. Mungkin Ayah tidak mengikuti model fashion anak muda jaman sekarang.” ujarnya dibarengi dengan tawa yang renyah. “Baiklah. Hati-hati di jalan. Jangan pulang terlalu malam.” petuahnya kembali menyertai langkahnya keluar rumah. Ia melambaikan tangan dan menghilang dari pandangan di ambang pintu. Sedangkan sang Ayah  hanya bisa menghela napas panjang. Terasa ada yang mengganjal.
*****
Ia berjalan hingga ujung jalan. Melihat sesosok laki-laki duduk di atas motor merah miliknya menggunakan jaket kulit. Sesekali ia menegok ke arah jam tangan, tak ragu lagi Fibula langsung menghampirinya. Secara perlahan ia menepuk pundak laki-laki itu. Sang laki-laki pun sedikit terlonjak kaget, sedangkan Bula hanya tertawa pelan melihat tingkahnya. Frans memperhatikan Bula dengan seksama. Melihatnya dari ujung kaki hingga ujung kepala dan mengulanginya beberapa kali. “Hei !!” ucapan gadis ini membuyarkan lamunan Frans.
“Kamu cantik.” jawabnya masih dengan tatapan tercengang. Bula pun tersipu atas pujian yang baru saja diutarakan pangerannya ini. “Kamu juga.” Ya, Bula tak kalah terpesona melihat penampilan laki-laki di depannya ini, sungguh menawan mengggunakan celana jens panjang dan hem hitam yang kancing atasnya dibuka memperlihatkan kaos putih di baliknya. Rambutnya yang ditata rapi namun terkesan berantakan menambah kesan keren yang melekat padanya. Dan tak lupa sneakers merah favoritnya. “Aku juga? Cantik?” pertanyaan konyol terlontar dari mulutnya dan membuat mereka berdua tertawa.
“Eh, maaf aku terlambat. Apa kau sudah lama menunggu?” Bula mengalihkan pembicaraan agar pipinya tak makin memerah akibat tatapan terpesona yang tak henti-hentinya tertuju padanya. “Emm... Lumayan. Tapi tak masalah. Bisa kita berangkat sekarang tuan putri?” Frans mengulurkan tangannya membantu Bula menaiki motornya. Tentu ia sedikit kerepotan dengan menggunakan model skirt seperti itu. Mereka pun segera meluncur menuju tempat tujuan yang Bula sendiri tak tau dimana tepatnya.
“Kita mau kemana?” suara Bula sedikit berteriak karena angin yang berhembus cukup kencang. “Lihat saja nanti. Kau pasti juga akan tau. Pegangan!” ucapnya sembari menambah kecepatan laju motornya. Secara otomatis Bula yang kaget langsung melingkarkan tangannya ke pinggang Frans. Belum puas, Frans makin menggila menyusuri jalanan yang sedikit lenggang. Kecepatannya melebihi 100km/jam sekarang. Bula yang mulai ketakutan dengan aksi gila Frans mempererat pegangannya di pinggang Frans dan membenamkan wajahnya di punggung laki-laki yang ada di depannya ini “Apa kau gila? Ini terlalu menakutkan.” Namun Frans tak menghiraukan, ujung bibirnya tertarik membentuk seulas senyum kemenangan.
Frans yang masih menggila dengan kecepatan tak mengetahui jika wanita yang ada di belakangnya benar-benar ketakutan saat ini. Ia malah senang dan merasa aksinya kali ini berhasil memebuat wanita yang disayangi berada sangat dekat di sisinya. Namun tiba-tiba sebuah truk yang berada di depan Frans berhenti secara mendadak dan ia tidak dapat menghindar. Sehingga ia membanting setir melewati garis batas tengah dan memasuki jalur kanan. Motornya sedikit oleng karena kecepatan yang tidak seimbang dan dari arah berlawanan muncul sebuah mobil juga dengan kecepatan tinggi yang akhirnya menghantam mereka.
Braaak..... benturan keras itu terjadi begitu cepat. Frans terpental kebelakang dan sialnya rok Bula tersangkut, sehingga ia ikut terseret bersama motor yang mereka tumpangi ke arah kanan jalan. Tabrakan yang cukup keras ini membuat sisi kanan tubuh Frans terluka parah karena gesekan yang terjadi dengan aspal. “Errg... Sakit...” Frans mendengar rintihan Bula dan melihat kakinya tertindih oleh motor. Ia tak bisa bergerak. Dan celakanya Frans juga melihat tangki bensinnya bocor. Dengan sekuat tenaga ia bangkit menuju ke arah Bula. “Arrgh...” Bula masih merintih merasakan beban yang berada di kakinya. Ia sungguh merasa kesakitan. Dengan sisa tenaga yang masih dimilikinya Frans berusaha untuk mengalihkan motornya dari kaki Bula “Menjauh... Menjauh...” ucap Frans dengan sedikit tertatih. Bula terseok-seok berusaha menjauh dengan luka parah di kakinya. Setelah berada cukup jauh Bula baru tersadar jika tangki motor Frans bocor. Ia melihat Frans yang berusaha menjauh namun tenaganya tak mampu untuk berjalan secepat yang ia bisa. Bula melihat ada sedikit percikan api yang ditimbulkan dari benturan keras tadi “Frans !! Lariii...” teriaknya dan... Booom !!! Semua hancur. Terlambat. Frans tak sempat menghindar. Tubuhnya ikut tersambar kobaran api yang begitu besar.  “Frans...” Bula hanya dapat melihat kobaran api yang membakar tubuh Frans dan motornya. Butir demi butir air menetes dari sudut matanya. “Terlambat. Kamu terlambat. Kamu pergi. Fraaans.....” Bula masih sempat berteriak dengan sisa tenaga yang ia miliki sebelum berkas berkas hitam yang ia lihat merenggutnnya.
*** Kau pergi selamanya. Secara tragis. Dan aku disini? Hanya bisa melihatmu. Terbakar. Keinginanmu memang. Tapi apakah harus secepat ini? Kau tak sempat mengatakan apa-apa padaku. Salam perpisahan? Tak pernah terucap dari mulutmu. Pantaskah ini disebut perpisahan? Rasanya terlalu menyakitkan. Tidak. Kau belum pergi selamanya. Kau hanya bosan dengan dunia. Benarkan? Kau akan kembali kan? Menjemputku. Dan kita akan akan selalu bersama. Kau tak lupakan? Berjanjilah. Aku akan menunggu. ***
-
-
-
-
-
-
Kebiasaannya akhir-akhir ini. Hanya duduk termenung dia atas kursi roda. Pandangannya menerawang jauh ke luar jendela. Apa yang ia pikirkan? Entahlah hatinya sedang bergejolak sekarang. Masih tak percaya dengan kenyataan. Terlalu perih jika dirasakan sendiri. Ia tak mampu.

~ I know you somewhere outhere somewhere far away. I want you back. I want you back ~
Bruno Mars – Talking To The Moon

“Sayang, kamu tidak tidur? Ini sudah malam. Tidak baik tidur terlalu malam.” pria bersuAra parau ini menepuk pundak putrinya. Ia juga merasa tertekan atas semua peristiwa yang terjadi. Berdampak sangat buruk bagi putrinya dan otomatis padanya juga. “Pergi!” jawab Bula singkat. Pria itu tak menjawab. Ia menjauh dan melangkah keluar kamar. Ia tau kondisi putrinya sekarang. Hancur.
*****
Kecelakaan yang terjadi beberapa minggu yang lalu mengakibatkan kaki Bula lumpuh total dan mengalami tekanan batin yang sangat parah. Perasaannya masih belum tertata dengan rapi. Awalnya ia tak mengingat apa yang terjadi dengan dirinya dan Frans tentu. Namun orang-orang terdekat mereka secara perlahan mejelaskan apa yang telah terjadi. Dan dengan perlahan ia mulai mampu untuk mengingat apa yang terjadi padanya dan Frans. Itu membuatnya terpukul. Kondisi fisiknya juga ikut menurun. Ia merasa bersalah.  Dia merasa bahwa semua terjadi akibat ulahnya. Andai saja ia menolak ajakan Frans. Andai saja mereka tak pergi. Andai saja Frans tak menyelamatkanya. Semua masih berputar-putar di pikirannya hingga saat ini.
“Fib, apa kamu tidak bosan? Seharian ini kamu hanya berada di kamar.” Ara angkat suara. Ia merasa simpati kepada apa yang terjadi pada sahabatnya ini. “Ayo kita keluar. Akan lebih baik jika kau bisa menghirup udara luar dan bersenang-senang!” Jney tak kalah bersemangat mengembalikan keceriaan dan senyum bula yang telah hilang. “Apa aku bisa bersenang-senang, sementara aku tak tau bagaimana kondisinya disana?” masih tanpa ekspresi dan nada suara yang sangat datar. Tak terlihat sidikit pun gurat kebahagiaan di wajahnya. “Kau tak percaya Tuhan? Ayolah Fib. Tuhan juga sayang Frans. Mungkin melebihi sayangmu padanya. Frans akan bahagia di surga. Dia pasti sedang melihatmu dan tersenyum dari atas sana.” Suara lembut Ara sedikit meluluhkan hati Bula. Bula hanya bisa menengadahkan kepalanya menatap langit. “Apa benar?” tanyanya ragu. “Tentu saja. Frans pasti bahagia Fib melihatmu selamat. Jadi mari kita keluar sebentar untuk menghilangkan penatmu.” Namun sekali lagi. Mereka tak berhasil membujuk Bula keluar dari kamar. Mereka menyerah. Sudah seharian mereka menemani Fibula dan membujuknya untuk keluar. Namun keteguhan hati Bula untuk tetap berada di posisinya sekarang tak dapat diubah.
*****
Di sisi lain terlihat sesosok gadis yang juga tak kalah cantik dengan Bula. Namun wajahnya lebih terkesan baby face. Ia terduduk di sebelah makam Frans yang masih basah. Mengenakan celana jeans panjang, kaos yang dibalut dengan blazer berwana hitam serta kacamata hitam yang menutupi mata sembabnya. Sesekali terlihat ada butir-butir air mata yang menetes melewati pipinya. Tapi tak ada yang mengetahui. Dia sendirian sekarang. Menagis dalam diam.
“Apa kau bahagia sekarang? Bahkan di detik-detik terakhirmu kau masih sempat menyelamatkan gadis itu?” ia terlihat menundukkan wajahnya. “Aku disini. Kenapa kau tak menoleh ke arahku hah?!! Aku selalu disisi mu. Apa kau tidak menyadarinya?!! Aku menyayangimu.” Nadanya melemah pada kalimat terakhir. Ia menyesal. Terambat mengutArakan perasaannya. “kenapa harus dia? Kenapa harus gadis bodoh itu? Kenapa kau menyelamatkannya? Kenapa Frans? Kenapa?!!” kini ia berteriak. Meluapkan rasa sesak yang selama ini ia timbun di dalam hatinya. “apa dia sangat berharga bagimu? Apa sesempurna itukah dia dimatamu? Lalu bagaimana denganku? Apa kau tak memikirkan bagaimana aku tanpa mu?” pertanyaan demi pertanyaan terus terlontar dari mulut mungilnya. Tak ada seorang pun yang sadar akan keberadaan Firdha. Tetap berkutat dengan rasa benci yang terselubung dalam rasa cinta yang sangat besar kepada Frans.
Ya. Kebenciannya kepada Bula tak mudah dihapus oleh waktu. Wanita yang pernah merebut Frans darinya. Bukan merebut. Mungkin ia terlalu bodoh dan terjebak dalam situasi yang sulit bersama Frans. Ia dia terjebak. Terperangkap pesona Frans. Dan ketika ia telah takhluk, Bula datang. Seketika itu pula semua hancur. Perasaanya yang sudah ia tata serapi mungkin. Suasana hangat yang ia bangun. Dan semua. Namun firdha bukan wanita lemah yang selalu menyalahkan keadaan, mengalah pada kenyataan dan pasrah terhadap keputusan. Ia tetap tegar. Ia masih mampu menutupi tangisnya dengan senyum indah yang selalu menghiasi wajahnya. Bahkan saat melihat Frans bersama Bula. Seperti tak ada apa-apa.
“Mungkin dengan begini kau bisa bahagia. Aku bisa apa? Kebahagiaanmu adalah segalanya bagiku. Termasuk saat kau bersama dia. Terima kasih sudah memberikan kenangan-kenangan indah yang tak akan mungkin kulupakan.” Emosinya sudah stabil sekarang. Kembali. Ia mencoba tegar walau beribu pisau sedang menikam hatinya. Sebelum beranjak, ia membelai nisan Frans dan mengucapkan “Terima kasih.”
*****
Sudah hampir 2 bulan semenjak kecelakaan naas itu terjadi. Dan hari ini Bula sudah siap untuk keluar dari dunianya yang selama ini ia bangun dalam kondisi batin yang tidak stabil. Hal ini disambut baik oleh semua pihak baik dari Ayahnya tercinta, sahabat-sahabatnya dan seseorang yang telah sejak lama sebenarnya memendam rasa pada Bula. Sungra. Walau tak pernah ia tampakkan rasa itu namun bentuk perhatian yang selama ini tercurah sudah cukup mewakili. Dan sekarang, ia kembali siap mengajukan diri untuk menjaga Bula setiap saat. Tak pernah egois. Hanya menginginkan orang yang dicintainya bahagia.
Pria paruh bawa ini menggendong putrinya untuk duduk di kursi roda yang telah ia keluarkan dari dalam mobil. Wajah gadis ini tak terlihat semurung beberapa hari yang lalu. Melihat kondisi putriya sekarang, ia sedikit bisa bernapas lega. Saat hendak mendorong kursi rodanya memasuki pintu gerbang, laki-laki yang penuh dengan senyuman hangat itu menampakkan batang hidungnya. “Bula!” teriaknya histeris mengetahui sosok wanita yang ia rindukan selama ini berada tepat di depan matanya dan hanya dibalas dengan senyum seadanya oleh Bula. “Om, bolehkah saya yang mengantar Bula kedalam?” tawarannya tak sia-sia. Ayah Bula mengijinkan Sungra untuk mengantar Bula masuk. “Saya titip Bula ya.” dan dijawab anggukan mantap oleh Sungra.
Awal perjalanan Bula menuju kelas setelah beberapa bulan absen mendapat reaksi yang kurang menyenangkan. Beberapa pasang mata melihatnya dengan tatapan benci dan muak dan tak sedikit pula yang mencibir. Ini wajar, karena Frans bisa dibilang sebagai salah satu anak populer di sekolah dan Fibula adalah tersangka utama terjadinya musibah ini menurut mereka. Hal ini membuat Bula sedikit tidak nyaman. Jelas, karena ini hari pertamanya bersosialisasi dengan lingkungan sekitar setelah tekanan batin yang ia alami dan kini ia harus mendapat banyak tatapan yang seolah akan membunuhnya saat itu juga. Namun, ia tak menghiraukan. Hanya menunduk dan bergumam dalam hati “Apa semua ini benar-benar salahku?”
“Yap! Kita sampai.” ujar Sungra membuyarkan lamunan gadis ini saat berada tepat di depan pintu kelas Bula. “Apa perlu kuantar sampai dalam?” pertanyaan ini langsung dibalas dengan gelengan cepat kepala Bula “tidak perlu. Ada Ara dan Jney di dalam. Kau kembalilah ke kelasmu. Dan, terima kasih.” Senyum tulus menggembang di wajahnya sekarang. Sungra hanya mengangguk dan berjalan menuju kelasnya. Ara dan Jney yang mengetahui kedatangan Bula segera keluar dan mengantar Bula hingga tempat duduknya. Bula mendapat sambutan yang cukup hangat di kelas yang ia rindukan ini. Tawanya pun perlahan telah kembali mendengar candaan teman-temannya di kelas. Sejenak membuat Bula lupa dengan masalahnya.
Disisi lain 3 orang gadis sedang memperhatikannya. “Cih, beraninya dia menampakkan wajah dihadapan kita?” celetuk seorang gadis berkulit hitam manis dengan seringai liciknya. “Yaks! Aku juga muak dengannya. Bagaimana bisa dia menggaet Sungraku? Apa dia tidak punya malu?” sekarang giliran salah seorang temannya yang berkulit putih yang biasa dipanggil Darong unjuk suara. Ia terlihat cemburu dengan perhatian Sungra yang berlebihan terhadap Bula. Sedangkan gadis yang berwajah baby face ini hanya tersenyum masam “Sudahlah. Ayo kita pergi.” Ucapnya.
*****
“Kau ingin pesan apa?” tanya Ara sambil beranjak dari duduknya hendak memesan makanan. Saat istirahat seperti ini mereka manfaatkan untuk bercanda bersama di kantin dan membuat Bula tidak bosan hanya di kelas saja, setelah seharian menerima pelajaran yang melelahkan. “Aku mau pangsit, es teh, snack itu dua dan lolipop itu satu.” Jney sangat bersemangat saat memesan makanan. “Hey, aku bertanya pada Bula bukan padamu.” Ara memanyunkan bibir mungilnya ketika mendengar pesanan Jney yang terlampau banyak. Bula hanya tertawa kecil melihat tingkah dua sahabatnya ini. “Aku mau minuman dingin saja. Aku tidak lapar.” Ucapnya. “Baiklah, tunggu sebentar.” Sedetik kemudian Ara melesat cepat untuk memesan makanan.
Braaak !!!! Seorang gadis bernama Fatin ini menggebrak meja tempat Jney dan Bula sekarang. Diikuti dengan Darong dan Firdha di belakangnya. Mereka bertiga segera duduk di bangku kosong yang ada di meja Bula dan Jney tanpa meminta persetujuan sebelumnya. “Apa-apaan kalian?” Jney berdiri tak terima dengan tingkah mereka. “Hey, santai saja. Kami tak ada niat jahat pada teman lumpuhmu ini. Kami hanya ingin mengobrol.” Sela Darong memegang pundak Jney agar kembali duduk yang dibalas tatapan sinis oleh Jney.
“Hey apa kamu tak punya malu. Setelah membunuh Frans, kau masih berani menampakkan wajahmu?” bentak Fatin tepat di depan wajah Bula. “apa kau tak tau seberapa benci kami padamu? Kau pembunuh. Apa kau tak sadar? Frans meninggal gara-gara kau!” dengan penuh penekanan di kalimat terakhir Fatin kembali meluapkan amarahnya. Seketika semua orang yang berada di kantin memusatkan perhatiannya pada mereka. Sekarang Bula hanya bisa menengis. Ia mencoba tak mendengar apa yang dikatakan Fatin dengan menutup telinga sekuat yang ia bisa. Tapi percuma. Suara fatin terlalu keras untuk menembus pertahanannya. Bula kembali teringat semua kejadian itu. Emosinya sudah mulai tak terkendali. Jney yang ingin mengajak Bula segera pergi dari tempat ini, tak berdaya karena Darong sedang menahan tubuhnya agar tetap diam di tempat. Firdha masih tersenyum masam melihat Bula yang mulai tak terkendali karena terpengaruh oleh kata-kata Fatin.
“Apa kau senang bisa bersama Frans di detik-detik terakhirnya? Apa kau senang bisa melihat secara langsung kematian Frans? Tepat didepan matamu, Fibula. Dan apa yang telah kau lakukan untuk laki-laki yang sudah mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk mu? Tidak ada.” Kini giliran Firdha yang membisikan kata-kata yang sangat menghujam hati Bula. Tanpa emosi. Hanya tersirat nada kecewa dalam kalimatnya. Tak seperti Fatin. Tenang, tapi tepat sasaran. Bula berteriak sejadi-jadinya. Ara yang baru saja kembali dari memesan makanan bersama Tao dan Sungra yang secara tidak sengaja bertemu tadi, segera menghentikan apa yang dilakukan 3 gadis ini terhadap Bula.
“Hey apa yang kalian lakukan?” gertak Tao kepada mereka bertiga. Darong yang kaget segera melepaskan Jney sedangkan Fatin dan Firdha sedikit manjauh dari Bula. “Kau tidak apa-apa?” tanya Sungra penuh kekhawatiran pada Bula yang wajahnya sudah basah dengan air mata. “Kalian tidak punya perasaan? Dia baru saja sembuh dan apa yang kalian lakukan? Dasar!” umpat Sungra kesal terhadap kelakuan 3 gadis ini. Jney dan Ara memeluk Bula dengan erat berharap dapat menenangkan Bula. “Harusnya kami yang bertanya kenapa gadis ini sangat tidak punya malu. Beraninya dia kembali setelah apa yang telah dia lakukan.” Sambil mendengus kesal Fatin tak henti-hentinya menyalahkan Bula. “Sudahlah. Ini tak akan menyelesaikan masalah. Sekarang kalian harus pergi. Kalian menyebabkan keributan disini.” Tao berusaha melerai dan meminta mereka pergi secara baik-baik. Tak sia-sia akhirnya mereka menjauh. Masih dengan raut wajah yang tak mengenakan untuk dilihat.
“Sudahlah jangan pikirkan apa yang mereka katakan. Mereka tak tau apa-apa.” Sungra berusaha menenangkan Bula sambil membelai puncak kepalanya. Masih dengan isakan kecil Bula meninggalkan tempat itu. “Aku ingin sendiri. Jangan ikuti aku.” Kalimat singkatnya mampu menghentikan Sungra dan yang lain untuk mengejarnya. Mereka tau Bula membutuhkan ketenangan sekarang.
*****
“Apa benar ini semua salahku? Aku... Aku...” Bula tak mampu meneruskan kata-katanya. Sekarang ia berada di suatu tempat tersembunyi di sekolah dan tak ada satu pun yang mengetahui tempat ini selain dirinya dan Frans. Tempat yang sangat bersejarah baginya. Ia banyak menghabiskan waktu disini bersama Frans. Tertawa, menghayal apa yang akan terjadi di masa depan dan keinginan terakhir mereka.......
#FLASHBACK
“Tempat apa ini?” tanya Bula penasaran. “Markas rahasia kita.” jawab Frans singkat sambil duduk di pojok ruang terbuka ini. Atap gudang yang menghadap langsung ke jurang belakang sekolah mereka menjadi tempat paling rahasia untuk dijadikan markas. Bula berdiri di tepat dia batas gedung sambil merentangkan tangannya seolah ingin terbang. “hati-hati terjatuh.” Frans mengingatkan dari posisinya sekarang sambil memperhatikan tingkah konyol Bula. “Ini menakjubkan!” teriaknya senang. “apa kau suka?” hanya dijawab dengan anggukan penuh semangat dari Bula. “kemari.” Frans mengajak Bula untuk duduk di sebelahnya. Bula segera menghampiri Frans dengan setengah berlari. Ia terlihat seperti anak kecil yang baru saja menemukan istana yang penuh dengan permen. Sangat indah dan menyenangkan. Ditambah ada seorang pangeran yang menemaninya sekarang. Senyum ceria tak pernah lepas dari wajahnya.
“Kau suka biru bukan? Seperti air. Tingkahmu juga seperti itu. Selalu mengalir apa adanya. Tenang. Tapi terkadang bisa sangat berbahaya.” Tutur Frans tiba-tiba sambil tertawa di kalimat terakhir dan menunjukkan wajah seram. “Aish... Kau juga. Api. Kau seperti api. Berani. Kadang kau bersikap hangat layaknya api unggun yang menghangatkanku. Tapi, kau akan sangat menakutkan ketika marah.” Bula tak mau kalah. Ia menunjukkan ekspresi ketakutan sambil menatap Frans. “Jangan mengarang.” satu buah jitakan berhasil mendarat sempurna di kepala Bula. Gadis ini hanya menunjukkan deretan giginya sambil mengankat tangan membentuk simbol peace.
“Aku lelah dengan dunia ini. Semua menjadi aneh sekarang. Rasanya aku ingin mengakhiri hidupku.” Celetuk Frans asal. Tapi nampaknya ia benar-benar sudah lelah dengan semua masalah yang ia hadapi. Ia menyandarkan pungungnya ke dinding yang tepat berada di belakangnya. “kau ingin meninggalkanku? Jangan bercanda. Kematian itu bukan lelucon. Apa kau benar-benar sudah lelah?” nadanya sedikit khawatir. Hanya anggukan ia ia terima sebagai jawaban dari pertanyaannya. “apa kau sudah tak menyayangiku? apa kau tega meninggalkanku di dunia yang kejam ini sendiri?” raut wajahnya berubah sekarang. Ia tau Frans tak pernah main-main dengan apa yang ia katakan. Ia ketakutan sekarang, namun terdengar gelak tawa yang keluar dari mulut Frans. “apa kau sekhawatir itu padaku? Kau gadis yang kuat. Kau akan mampu menghadapi dunia ini sendiri.” Sambil membelai puncak kepala Bula, Frans mencoba menenangkan Gadis ini. “Tidak. Kau tidak boleh pergi. Kau harus tetap hidup. Aku tak akan sanggup melewainya sendiri.” Kini air mata mulai menetes dari ujung mata Bula. Mengerti apa yang dirasakan kekasihnya ini Frans menarik Bula dalam dekapannya. Membiarkan gadis ini menagis di dada bidangnya. “Baik. Aku tak akan meninggalkanmu sendiri. Aku berjanji akan selalu ada di sampingmu. Aku akan menjagamu hingga napas terakhirku. Pegang kata-kataku.” Ucapan Frans sedikit membuat Bula tenang.

~ And I promise to love her, for the rest of my life ~
Bruno Mars – The Rest of My Life

#FLASHBACK END
“apa kau akan menepati janjimu padaku?” kembali ia mengingat semua perkataaan yang pernah terucap dari mulut Frans. Air matanya belum berhenti. Ia kembali hancur setelah apa yang terjadi hari ini. Sekarang ia hanya terduduk lemas di kursi rodanya. Tenaganya telah terkuras. Ia tak mampu memikul beban pikiran yang terlalu membebaninya dan berdampak pada kondisi fisiknya. “Aku yakin, kau tidak akan berbohong. Aku yakin kau akan kembali. Aku percaya janjimu. Aku mohon. Kembalilah.”
*****
Gadis yang sedang tertidur lelap di ranjangnya ini sedikit terganggu dengan suara berisik yang berasal dari ruang makan. Malam ini ia sangat lelah dan berniat tidak keluar dari kamar. Ayahnya pun mengerti dan membawakan makan malam putrinya ini ke kamar. Namun, sepertinya Ayahnya sedang makan malam bersama seseorang sekarang. Walau ia sangat merasa kelelahan namun rasa penasaran mengalahkannya. Ia ingin tau siapa yang sedang makan malam bersama Ayahnya. Perlahan ia keluar kamar tanpa menimbulkan suara yang berlebihan. Ia mengintip dari balik dinding dan betapa kagetnya dia saat melihat sesosok wanita sedang duduk di depan Ayahnya dan menikmati hidangan yang tersedia di meja makan. “Bukankah itu Ibunya Frans?” ia menerka-nerka. Tak puas dengan hipotesa yang ia buat dan belum pasti kebenarannya, ia memberanikan diri untuk melihat siapa sosok wanita itu.
“Permisi, aku haus.” Ucap Bula mengagetkan mereka. “Oh Tuhan, ternyata benar itu adalah Ibunya Frans. Tapi apa yang sedang beliau lakukan disini?” batinnya dalam hati. “Ah, kebetulan kau ada di sini. Kemari, Ayah akan memperkenalkan seseorang padamu.” Bula pun mendekat dan duduk di sebelah Ayahnya. “Kenalkan, ini rekan kerja Ayah. Sekaligus Ibu dari temanmu Frans.” Wanita itu tersenyum pada Bula yang masih terlihat kebingungan. “Perkenalkan nama saya Nana. Apa kabar? Kalau tidak salah kamu teman Frans bukan?” Sapanya ramah sambil mengulurkan tangan pada Bula. Ia pun menyambut uluran tangan itu dan ikut memperkenalkan diri “Nama saya Fibula. Iya saya teman satu sekolah dengan Frans. Senang berkenalan dengan anda.” Jawabnya masih dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Bula masih penasaran ada hubungan apa antara Ayah dan Ibunya Frans. Ada yang tidak beres.
Mungkin mereka pernah bertemu sebelumnya dirumah sakit saat peristiwa itu. Namun tak ada seorang pun dari mereka yang mengetahui bahwa Bula memiliki hubungan spesial dengan Frans. “apa mungkin mereka mulai dekat sejak berada di rumah sakit?” masih banyak pertanyaan serupa yang terngiang-ngiang di pikirannya. Bula tak nyaman berada di antara mereka. Dan ia pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya. “Permisi. Bolehkah saya kembali terlebih dahulu?” tanyanya dengan sangat sopan. “ya kembalilah kekamar terlebih dahulu. Kau pasti lelah. Beristirahatlah.” Pria ini mempersilahkan putrinya menuju kamar terlebih dahulu. Sebelum benar-benar pergi Bula sempat melihat wanita yang ada di hadapan Ayahnya itu menyunggingkan senyum kepadanya. “kenapa wanita itu selalu tersenyum kepadaku?” tanyanya heran.
Sejenak Bula menghentikan laju kursi rodanya saat sampai di perbatasan antara ruang makan dan ruang keluarga. Ia mendengar sesuatu “Apakah putrimu mneyukaiku? Apa ia akan menerimaku sebagai ibu barunya?” Tak salah lagi. Suara itu terlontar dari mulut wanita bernama Nana itu. Saat ini Bula benar-benar kaget. “Apa? Ibu baru?” masih dengan rasa tak percaya ia bergegas menuju kamarnya agar tak mendengar hal-hal aneh lagi.
Sesampainya dikamar ia membanting pintu dengan sangat keras. Ia menuju ke ranjangnya dan duduk menggulung tubuhnya sambil memeluk erat lututnya sendiri. Ia masih memikirkan apa yang baru saja ia dengar. Ia tak percaya. Sekaligus tak terima. “apa Ayah setega itu menggantikan posisi Mama dengan wanita itu? Lalu bagaimana dengan aku dan Frans? Apa yang harus aku lakukan?” rambut indahnya sudah mulai berantakan akibat ulahnya. Ia sudah frustasi memendam semua sendiri. Ia tak bisa sendiri. Ia membutuhkan sosok Frans sekarang. Laki-laki yang selalu menenangkannya,memberinya kehangatan, menghiburnya dan menjadikan dia yang teristimewa.
*****
Sinar matahari sudah menyeruak memasuki celah-celah cendela dan suara bising handphonenya yang berdering sedari tadi, memaksa Bula untuk membuka matanya yang masih lelah dengan semua yang telah terjadi padanya. Ia meraba-raba nakas yang berada di sebelah ranjangnya untuk menemukan handphone dan mematikannya. Sreek... tanpa sengaja ia merasa menemukan sebuat note dia atas nakas. Masih dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul ia mengambil note tersebut. “Rasanya aku tak pernah membuat note. Ah mungkin dari Ayah.” Batinnya. Ia mencoba membaca note itu dengan kesadaran yang ia miliki sekArang.

                         dear, Fibula

Apa kau merindukanku? Maaf telah meninggalkanmu secAra mendadak tanpa memberikan ucapan selamat tinggal. Maaf telah meninggalkanmu sendiri di dunia yang aneh. Tapi aku kembali. Aku akan menepati janjiku. Datanglah di jembatan utama pusat kota. Aku akan menjemputmu disana... love you ]

                                                                        Frans

Ia tak percaya. “Dari Frans?” pekiknya. “apa aku sedang bermimpi? Apa ini kenyataan?” ia menggosok-gosok matanya tak percaya. Ia mencoba mengembalikan semua kesadarannya. “Frans benar-benar kembali. Tuhan terima kasih kau telah menyampaikan isi hatiku padanya.” Senyum kebahagiaan yang telah lama hilang dari wajahnya kini kembali. Sama seperti saat Frans masih di sampingnya. Ia sangat bersemangat, segera mandi dan berganti pakaian dengan pakaian berwarna biru terbaik yang ia miliki. Memoles wajahnya sederhana namun terlihat istimewa. Akal sehatnya sedang tak bekerja sekarang. Bagaimana bisa seorang yang sudah tiada mengirimkan secarik note. Tapi masa bodoh untuk Fibula. Ia terlampau senang sekarang. Sukurlah sekarang adalah hari libur, sehingga ia tak perlu repot mencari alasan untu membolos.
Ia keluar kamar dengan bersemangat. Meminta supir pribadinya mengantarkan ke tempat tujuan. “Kau mau kemana?” tanya Ayah Bula heran melihat Putrinya sudah berdandan rapi pagi-pagi begini. “Pergi bersama Ara dan Jney.” jawabnya asal. Ayahnya kembali tak berdaya menahan Bula untuk tidak pergi. Semburat kebahagiaan yang terpancar di wajah putrinya ini membuatnya tak tega untuk melarangnya. Entah angin dari mana yang membuat putrinya menjadi seperti ini, yang jelas ia merasa senang.
*****
Sesampainya diujung jembatan Bula meminta supirnya berhenti dan menurunkannya disini. Ia juga meminta beliau untuk menjemputnya lagi nanti. Jembatan yang tak terlalu ramai ini sama sekali tak memudahkan Bula untuk mencari Frans. Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah. Namun, ia masih belum dapat menemukan Frans. “apa ia terlambat?” batinnya. Lalu ia memutuskan untuk duduk di sebuah bangku kosong. Ia melihat sekitar dan terasa sangat sepi dari sebelumnya. “Aneh, kenapa pada hari libur seperti ini jembatan menjadi sepi?” gumamnya tak jelas. Sekitar 15 menit sudah ia menunggu. Namun tak ada sedikit pun rasa lelah atau putus asa untuk menunggu Frans hadir kembali dihadapannya. Dan saat ia menengok ke arah kanan, ia melihat sosok Frans sedang berjalan mendekatinya. “Fraaans.....” teriak Bula dari tempatnya sekarang. Frans hanya memberikan senyum yang mendamaikan hati Bula. Laki-laki yang sempat meninggalkannya kini kembali. Terpancar harapan yang selama ini telah memudar saat meliat Frans ada di hadapannya sekarang.
“Kamu benar-benar kembali. Kau tidak akan meninggalkanku lagi kan? Kau akan membawaku pergi bersamamu kan? Aku sudah lelah. Kau benar. Dunia ini semakin aneh. Tak ada yang bisa aku mengerti sekarang. Semua berubah.” Ungkap Bula kepada sosok yang sedang berada di hadapannya ini. “Aku disini sekarang. Aku tidak akan meningglaknmu lagi. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat yang paling indah. Disana kita akan abadi. Kita akan selalu bersama. Aku berjanji. Apa kau mau ikut bersamaku?” Frans memeluk Bula erat menyalurkan semua rasa rindu yang telah mereka pendam selama ini. “Ya, aku akan ikut kemana pun kau pergi. Aku tidak mau sendiri disini. Aku ingin sealu bersamamu.” Masih dalam dekapan hangat Frans, ia meluapkan semua yang ia rasakan.
“Berdirilah.” Perintah Frans. “Tapi aku...” bula ragu. “Aku tau. Kau bisa. Ayolah, aku akan memegangimu.” Frans kembali meyakinkannya. Bula mencoba perlahan beranjak dari kursi rodanya. Dan ternyata benar. Bula bisa berdiri. Ini adalah suatu keajaiban baginya. Ternyata dokter yang hebat pun bisa salah mendiaknosis pasiennya. Bula senang bukan kepalang. “Dan sekarang, coba langkahkan kakimu.” perintah Deva lagi. Sekarang bula sedikit yakin akan apa yang dikatakan Frans. Ia yakin ia mampu, selama Frans ada di sampingnya. Perlahan Bula melangkahkan satu kakinya. Berhasil! Lalu ia melangkahkan kaki lainnya. Yeah ia benar-benar bisa. Walau cara berjalannya sedikit aneh dari orang kebanyakan. Kedua ujung telapak kakinya mengarah ke dalam sehingga kakinya membentuk huruf X, ia juga sangat kaku saat berjalan. Tapi Bula tak peduli. Baginya ini adalah sebuah anugrah yang tak ternilai harganya. “nah, sekarang kau bisa mengikutiku bukan?” tanya Frans memastikan. Bula mengangguk yakin. “Ayo, kita pergi dari sini. Kita akan bahagia. Itu kan yang kau mau?” tanya Frans sekali lagi yang dijawab anggukan mantap oleh Bula. Sekarang Frans melangkah kearah tepi jembatan dekat pembatas sambil menggandengan tangan Bula. Masih dengan cara berjalannya yang tak wajar, Bula mengikuti langkah Frans. Sekarang mereka berdua menghadap ke arah sungai. “Kau siap?” Frans memastikannya sekali lagi. “Kapan pun.” Jawab Bula singkat. Dan mereka melangkah melewati pembatas. Byuuur... terdengar suara seseorang yang menjatuhkan diri kedalam sungai yang deras dan bersuhu dingin itu. Fibula sudah tenang sekarang. Bersama Frans tentunya. Di dunia yang indah dan abadi selamanya.


End.

0 comments:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 SIMPLE ~. Design by WPThemes Expert

Blogger Templates and RegistryBooster.